Survive
Aku lahir bukan di pangkuan yang paling hangat,
tumbuh di tengah dinding yang lebih sering bergema
marah
daripada doa.
Tak semua rumah berarti pulang,
tak semua keluarga berarti tempat bersandar.
Dan aku belajar terlalu cepat
bahwa kadang, menjadi diri sendiri
berarti harus menentang mereka yang seharusnya
memeluk.
Aku pernah menyembunyikan mimpi
di balik lemari yang penuh suara larangan,
pernah menangis diam-diam
karena tak ada satu pun yang percaya aku bisa.
Tapi aku tetap hidup.
Bukan karena mereka mendukungku,
melainkan karena aku tak punya pilihan
selain tetap melangkah—meski ditolak di langkah pertama.
Aku tahu…
Mereka ingin aku menjadi seperti harapan mereka.
Tapi bagaimana mungkin aku menjadi siapa pun,
jika menjadi diriku sendiri saja
sudah terasa salah?
Dan jika hari ini aku terlihat baik-baik saja,
itu bukan karena tak ada luka—
tapi karena aku terbiasa berdarah
tanpa satu pun yang peduli bertanya:
“Kabarmu bagaimana?”

Komentar
Posting Komentar